Jangan Seperti Nabi Yunus, Lah~

Obrolan ini masih menggantung dengan aku yang hanya melirik-lirik temanku.
"Jangan kayak nabi siapa itu yang lari dari kaumnya?" Beliau melanjutkan perkataannya.
Aku terdiam. 
"Yang  lari dari kaumnya itu..."
"Nabi Yunus." Saya langsung meraba-raba akan ke mana obrolan ini.
"Ya itu. Jangan jadi seperti itu"
Saya diam lagi. 
"Ada apa sih? Coba diceritakan. Terbuka saja lah. Maksud saya itu kita biacarakan secara syar'inya. Agar tidak terkesan seperti lari dari tanggung jawab"

"Lari dari tanggung jawab"
"Lari dari tanggung jawab"
"Lari dari tanggung jawab"

Kalimat itu tergiang-ngiang terus menerus di kepala saya.
"Apakah saya lari dari tanggung jawab seperti nabi Yunus? Padahal saya kan mengajuka one month notice secara baik-baik, sambil memberi tahu bahwa saya akan menyelesaikan segala tangung jawab saya yang belum selesai dan yang masih berkaitan dalam waktu dekat di beberapa hari ke depan."



Yap, betul. Obrolan yang sekarang sedang terjadi ini adalah akibat dari resign saya Padahal keputusan itu bukan sesuatu yang tiba-tiba. Tapi memang saya juga tidak mau banyak menjelaskan pada orang-orang.. Saya rasa, alasan yang sudah saya ajukan sebelumnya sudah cukup untuk diamini.
Saya paham betul, atasan saya merasa "eman" dengan resign ini mengingat menurutnya masih banyak hal yang bisa dilakukan bersama-sama.

"Memangnya kamu mau ke mana? Dan mau ngapain di sana?"
Saya menjawab dengan beberapa alasan seperlunya. 
"Maksud saya begini loh. Biar kamu itu ke sana, masih bisa melakukan banyak hal. Tidak sia-sia. Padahal bulan lalu semangatnya masih membara. Iya kan. Kita diskusi tentang perkembangan ke depannya itu sangat antusias."

Saya mengulum senyum. Saya masih semangat. Tapi....
"Sudah adzan Maghrib, kita sholat dulu. Setelah itu kita lanjutkan."

Usai sholat, saya duduk merenungi lagi perkataan beliau. 
Apakah memang apa yang saya lakukan ini seperti nabi Yunus?
Tapi kan nabi Yunus itu nabi dan memang sudah tugas langsung dari Allah kepada beliau untuk mendakwahi kaum yang beliau dari mereka itu. 
Lah saya? Hanya perempuan singel yang bekerja di sebuah lembaga. Saya juga pergi tidak dalam keadaan putus asa. 
Iya, yang saya baca-baca tentang hikmah serta dari kejadian Nabi Yunus 'alaihissalam pergi meninggalkan kamunya hingga kemudian dibuang di tengah laut dan masuk ke dalam perut ikan adalah kita tidak boleh putus asa dalam menghadapai cobaan dan tantangan yang dihadapi dalam kehidupan. Semua tugas yang diberikan harus dilaksanakan dengan penuh tenggung jawab.
Nah dalam kisahnya, nabi Yunus pergi meninggalkan kaumnya dalam keadaan marah dan putus asa karena tidak didengar oleh kaumnya. Nabi Yunus merasa frustasi dan akhrnya memutuskan untuk meninggalkan bangsa Bani Israil (Kaum Ninawa) dan melarikan diri ke tempat lain.


فَاصْبِرْ لِحُكْمِ رَبِّكَ وَلَا تَكُنْ كَصَاحِبِ الْحُوتِ إِذْ نَادَىٰ وَهُوَ مَكْظُومٌ

Maka bersabarlah kamu (hai Muhammad) terhadap ketetapan Tuhanmu, dan janganlah kamu seperti orang yang berada dalam (perut) ikan ketika ia berdoa sedang ia dalam keadaan marah (kepada kaumnya). [Q.S. Al-Qalam ayat 48]

Dari sumber online Tafsirq yang saya baca, ada satu hal yang saya tangkap bahwa ayat ini menjelaskan tentang Pentingnya Kesabaran:
Tafsir Jalalayn: (Maka bersabarlah kamu terhadap ketetapan Rabbmu) terhadap mereka, sesuai dengan apa yang dikehendaki-Nya (dan janganlah kamu seperti orang yang berada dalam perut ikan paus) dalam hal ketergesa-gesaannya dan ketidaksabarannya, yaitu sebagaimana Nabi Yunus a.s. (ketika ia berdoa) kepada Rabbnya (sedangkan ia dalam keadaan marah) terhadap kaumnya, hatinya penuh dengan kemarahan sewaktu ia berada di dalam perut ikan besar itu.
Tafsir Quraish Shihab: Bersabarlah atas penangguhan yang diberikan kepada mereka dan penundaan bantuan kemenangan kepadamu. Jangan seperti Yûnus--yang dimakan ikan hiu--yang tidak sabar dan marah kepada kaumnya ketika ia menyeru kepada Tuhan-Nya dalam keadaan marah seraya meminta agar azab mereka disegerakan.


Bersabar dalam menghadapi takdir dari Allah ini yaitu dengan menyikapi keadaan tanpa berkeluh-kesah, tidak marah-marah, serta menerima dengan tunduk dan sempurna. Ketika menghadapi kesulitan dalam kehidupan sehari-hari, kita harus berserah diri kepada Allah sebagai kunci untuk mengatasi kesulitan-kesulitan tersebut. Berdo'a, beristighfar agar diberikan pertolongan (Albahjah.or.id)

Buya Yahya mengatakan ayat diatas tadi menekan tentang kesabaran. Bagaimana seorang juru dakwah itu harus sabar dalam menyerukan kepada kebaikan dan tidak meninggalkan kaumnya.

wait a minute..... Juru dakwah. Saya kan bukan pendakwah. Well, meskipun pekerjaan yang saya tinggalkan ini ada urusannya dengan dakwah. Tapi Ibu saya lebih penting. Toh saya bisa berdakwah lewat mana saja. Keluar dari pekerjaan ini bukan berarti mejadikan saya berhenti berdakwah. Mungkin ini yang tadi beliau tekankan di saya. "Biar kamu itu ke sana, masih bisa melakukan banyak hal. Tidak sia-sia."  

Sudah saya pikirkan, kok. Meski saya mungkin bilang saya tidak punya rencana pasti kedepannya, tapi bukan berarti saya hanya diam saja. Saya akan melakukan hal-hal yang membuat saya tetap produktif. Dan saya tidak bisa menceritakan kepada beliau saat ini.

Satu hal keadaan yang ada dalam cerita nabi Yunus, yaitu Nabi Yunus 'alaihissalam digambarkan bosan dan terburu-buru (tidak sabar) terhadap sikap kaumnya. Nabi Yunus merasa tidak dihargai dan kecewa atas respon negatif dari kaumnya. Yah, banyaklah tafsir alasan mengapa Nabi Yunus ini meninggalkan kaumnya.

Di dalam Persyarikatan kita dihadapkan pada berbagai dinamika yang cukup tinggi, hampir sepanjang waktu. Ada kalanya kita merasa senang karena kita bisa berkiprah dan mendapat sambutan positif dari jamaah. Namun tidak jarang kita dibuat kecewa karena gagasan dan langkah kita kurang mendapat perhatian seperti yang kita harapkan. Oleh karena itu tidak heran kita sering mendapati sebagian warga yang mutung, patah hati, tidak mau lagi mendukung atau mengikuti kegiatan di Persyarikatan. Padahal dia telah diberi amanah oleh jamaah. Dia mutung mungkin karena merasa tidak dihargai atau aspirasinya tidak diperhatikan. Sebagai seorang kader tentu sikap dan tindakan seperti itu tidak pantas dilakukan. - Dikutip dari suara Muhammadiyah

Baiklah, saya paham bahwa beliau mendudukkan saya dan mengingatkan tentang cerita Nabi Yunus 'alaihissalam ini agar beliau tau dengan jelas bahwa saya mengundurkan diri bukan karena alasan yang menyalahi syari'at. Sudah saya pikirkan, InsyaaAllah saya pergi dengan berbagai macam alasan. Meski ada rasa bosan, tapi saya bukan mutung dan tidak lagi mendukung kegiatan dakwah. Saya masih punya semangat untuk melanjutkan perjuangan di lembaga ini, tapi saya harus pulang terlebih dahulu dan itu bukan dengan mengambil cuti.

"Bagaimana? Tadi saya bilang jangan seperti Nabi Siapa?" Suara itu memecah keramaian dalam kepala saya.

Saya diam tak menjawab. 

"Iya. Jangan terburu-buru. Kapan mau perginya? Bisa tidak ditunda dulu?"

Saya sudah tidak tau mau menjawab apa.

Sampai saya pamit pulang pun, diatas motor saya jadi banyak diam. Isi kepala saya masih penuh dengan perbandingan keadaan diri saya dan keadaan Nabi Yunus. 

Jadi apakah saya seperti Nabi Yunus? Terburu-buru? Saya rasa tidak. Saya sendiri merasa berat dengan keputusan ini, tapi itu sudah kupertimbangkan baik-baik.

Ah, sudahlah. Saya dapat pelajarannya. Orang lain bisa menilai. Saya yang melakukan. 

.


08 Jan 2024


Referensi:
https://tafsirq.com/68-al-qalam/ayat-48 

https://albahjah.or.id/tafsir-surat-al-qolam-ayat-48-pelajaran-yang-dapat-diambil-dari-kisah-nabi-yunus/ 

https://web.suaramuhammadiyah.id/2020/06/19/jangan-lari-dari-tanggung-jawab/

https://www.solopeduli.com/konten-islami-1891-allah-swt-menyukai-hamba-nya-yang-lelah-kerja.html