Kenangan unik alumni tentang Ponpes Hidayatullah Kupang



[16 Juni 2020]
Layar gawaiku berkedip. Sebuah pesan muncul dalam grup My Girls. Grup yang berisi beberapa santriwati dan di dalamnya ada pengasuh kami ummi Dewi. 
Aku belum terlalu menggubris pesan itu karena masih asyik dengan santri-santri sholehah di depanku.
Satu jam lebih kemudian setelah kegiatan selesai, barulah aku sempat mengecek dan ternyata isi pesannya tentang kerinduan seorang teman terhadap suasana Pondok Pesantren Hidayatullah Kupang kampus putri. Beberapa paragraf ia tulis sambil mengirimkan foto-foto lama, memberikan sudut pandangnya tentang pengalam dan pelajaran kecil yang dia dapat.

Rindu dengan dua pohon jambu di depan kantor yang banyak memakan korban ketika berbuah. Ia membuka chat sambil mengirimkan emoticon tertawa.
Pohon jambu tampak dari depan. Foto 12 Januari 2019

Bukan rahasia lagi kalau sudah musimnya, ada saja santri yang menjelma bak kelelawar malam hari yang tergoda dengan warna dan harumnya jambu air. Matang tidak matang, jika dirasa cukup berdaging untuk disantap, maka buah jambu air itu diragukan kepanjangan umurnya melekat di atas pohon. 

Selain pohon jambu yang ramai peminat, ada juga pohon kelapa yang biasanya akan ramai ketika ustadz-ustadz berkumpul. Ustadz-ustadz ingin minum kelapa sama artinya dengan panen kelapa muda segar. Tapi ada juga tuh santriwati yang siang-siang rela tidak tidur demi bisa memanjat pohon kelapa di saat sepi. Kadang belum dapat buahnya, sudah harus merosot turun karna ada ustadz atau tamu yang muncul di gerbang. Kebetualan pohon kelapanya berdekatan dan terlihat jelas sekali dari gerbang masuk.

Ada juga pohon sukun nan sarat buah yang bahkan tamu-tamu yang datang pun sangat sering yang minta dipetikkan 1-2 buah Sukun untuk dibawa pulang sebagai oleh-oleh. MaasyaAllah, semoga pahala kebaikan terus mengalir untuk yang menanam dan merawat pohon-pohon itu.





[Sebuah foto kembali dikirimkan. Foto masjid yang berlatarkan langit cantik.]

Bahagia, sedih, susah, senang, semua ada di sini. Batu kecil-kecil warna putih di belakang masjid juga bersejarah. Menjadi saksi bisu ketika wirid tidak terdengar dengan jelas atau ada yang wirid tertidur ketika wirid. Banyak lutut yang pernah merasakan sakitnya.

Di sebelah kiri masjid, ada kebun mini. Kadang kalau masuk keluar masjid, singgah lihat kebun mini dulu. kalau sudah tiba waktu panen, bisa duduk di emperan masjid sambil menikmati hasil panen. Oh iya, punya miss Syahri yang paling besar kebunnya, banyak juga hasil panennya. Tapi miss Syahri baik kok, hasil panennnya dibagi-bagikan ke santri dan ummahat. Wah, semuanya tinggal kenangan karena seperti yang ada di foto dengan penampakan buah suku, tidka ada lagi kebun-kebun mini itu.

Ya Allah, intinya rindu. Tutup sang pengirim yang sering dipanggil Bepe karena berasal dari sebuah daerah di Timur Tengah Selatan bernama Batu Putih (BP)