Rihlah 2020 yang sedikit berbeda
Senin, 02 november 2020 –
Seperti agenda tahunan sebelum-sebelumnya, di mana ada suatu waktu (biasanya
setelah masuk liburan semester ganjil/genap), kali ini santriwati Hidayatullah
Batakte Kupang Barat pun pergi melakukan rihlah ke pantai Tablolong.
Rihlah? Apa itu rihlah?
Arti literalnya sih
perjalanan. Semacam pelancongan atau perjalanan darmawisata. Dari sumber yang
saya baca, sebenarnya ada makna dibaliknya. Rihlah biasanya dilakukan sambil
mengkaji ilmu agama. Jadi bukan sekedar jalan-jalan saja tapi juga sekaligus
mentadabburi alam. Mengenal pencipta kita dengan baik melalui sebuah perjalanan
yang kita lakukan.
Jadi biasanya rihlah
dilakukan dibawah panduan asatidz di pondok.
Nah, ada yang berbeda
dengan rihlah kali ini.
Rihlah kali ini, dilakukan dengan inisiatif santriwatu sendiri dengan mengumpulkan uang lalu meminta bantuan pengasuh asrama putri untuk memesankan transportasi dan meminta izin pada pihak pondok dan yayasan. Alhamdulillah, izin diberikan. Lah wong jadi jalan makanya tulisan ini ada, hehe. Tapi tentu saja ada syaratnya. Yaitu, harus tetap ada ustadz yang telah berkeluarga yang menemani.
Setelah minta izin dan
menelepon ustadz-ustadz yang kira-kira bisa menemani perjalanan sehari
sebelumnya, 02 November pagi kami berangkat lebih pagi dari biasanya dengan pick
up truck. Perbekalan dan segalanya telah disiapkan malam harinya.
Tiba di pantai,
masing-masing orang mulai sibuk dengan ketertarikannya. Ada yang langsung
nyebur laut, ada yang bermain bola, berswafoto, ada yang berjalan menyusuri
pantai, ada juga yang hanya duduk berteduh dibawah pohon bidara yang selalu
jadi titik berkumpul kami ketika datang ke lokasi tersebut.
Kami bermain sampai tidak
terasa, Dhuhur datang. Sholat berjama’ah pun dilakukan bergantian 2 klotter.
Sholatnya di mana? Di pantai dong. Oh iya, FYI, tempat yang biasa kami datangi
ini bukan tempat wisata resmi, jadi masuknya tidak dipungut biaya dan tidak ada
fasilitas seperti Mushollah maupun rumah kecil. So... MaasyaaAllah... Kami
bersujud beralaskan pasir pantai, ditemani deru ombak yang bertasbih.
Usai sholat berjama’ah,
kami kembali berkumpul di bawah pohon bidara titik berkumpul kami untuk urusan
kampung tengah. Kampung tengah? Apalagi kalau bukan lambung, hehe. Kami memakan
makanan yang sudah kami persiapkan dari pondok. Nasi putih didampingi potongan
telur goreng, telur rebus dan mie goreng. Alhamdulillah nikmat betul disantap
saat perut lapar. Ditambah lagi, minuman dingin segar menjadi pelepas dahaga.
MaasyaaAllaah...
Selesai makan, satu
persatu mencari kenyamanannya sendiri. Ada yang berbaring beralas kain,
berswafoto, dan tentu saja kembali menceburkan diri di lautan.
Kami memang sengaja
membebaskan para santri yang jumlahnya tidak lebih dari jari-jari di tangan dan
kaki manusia (normal) hari itu. Membiarkan mereka bermain lebih lama daripada
waktu biasa yang telah menjadi patokan ketika ada kunjungan ke pantai
Tablolong. Kami tau sebulan lebih menunggu teman-teman lain yang tak kunjung
datang, pasti menimbulkan kejenuhan luar biasa.
Pukul 14.30, pengasuh yang
menemani kami meminta kami untuk bersiap-siap diri pulang. Cukup lama memanggil
para santri yang sudah terlanjur asyik di pantai. Hahaa.
Pukul 15.00 kurang kami
bertolak dari lokasi rihlah kembali ke pondok. Smapai di pondok? Kami kembali pada
realita bahwa setelah berendam air garam dan terjemur matahari, kami harus
mencari-cari air untuk mencuci baju kami dan merawat kulit kami yang terbakar. Ya!
Sudah 2 minggu lebih kami kesusahan air untuk kebutuhan MCK maupun minum dan
ini sebuah pengalaman baru bagi saya karena baru kali ini kulit saya meruam dan
terkelupas karena terbakar. Mungkin saking laamanya kami berendam di laut di
bawah terik matahari.
Bagaimanapun... Alhamdulillaah kami kembali ke pondok dengan selamat!
Kalau kalian penasaran dan ingin nonton keseruan kami, sila klik video di bawah ini
0 Response to "Rihlah 2020 yang sedikit berbeda"
Silahkan tinggalkan komentar di sini. - Please, leave a comment here.