5 Tempat Wisata di Bandung dalam 1 hari

1 hari Berkunjung ke 5 tempat di Keren Bandung? Bisa? Bisa dong!

total jarak tempuh: saya lupa karna kami dari Bandung Utara sampai berputat mendekati Banding Barat.


Pagi itu, saya melirik ponsel setelah berhasil bertemu di titik yang telah kami diskusikan di kampung UPI dengan dua senior saya, 21 Maret 2018, sudah pukul 10 lewat beberapa menit, kami memulai perjalanan kami yang tak punya tujuan pasti dari Setiabudhi kearah Lembang.

Saya bilang tidak punya tujuan pasti karna setelah 20 menit lebih diatas motor pun kami belum memutuskan tempat yang akan kami kunjungi hari itu. Yang ada dalam kepala hanyalah

“Mari kita jalan-jalan, kemana saja. Pokoknya jalan!”

Sebelumnya, dibawah ini adalah “kami” dalam cerita perjalanan ini.

Mendekati daerah Kayuambon-Lembang, kak Naseer; senior saya, memutuskan untuk berkunjung ke Gunung Tangkuban Perahu terlebih dahulu.

Dan kemudian…. pada keseluruhan perjalanan kali ini, kak Naseer ini lah yang punya peran besar sebagai “Google Maps berjalan” kami.

Bersama hujan, angin, dan dingin menusuk ala Bandung, dimulailah perjalanan kami. Ini bukan dilebih-lebihkan, kami memang banting stir motor melewati lereng-lereng gunung yang jalannya betul-betul bikin saya dag-dig-dug duarr di malam yang dingin itu.

Pukul 10:41 pagi, kunjungan pertama kami berdestinasi di:

Tangkuban Perahu Bandung

Siapa yang belum pernah dengar nama tempat legendaris ini?

Sejak duduk di bangku kelas 3 SD, cerita Legenda tanah Sunda tentang Kapal yang di tendang lalu terbalik dan berubah menjadi gunung sudah ratusan kali mampir di telinga saya.


Memasuki kawasan hutan Jl. Raya Tangkuban Perahu, dimana terdapat banyak hutan pinus, udara mulai lebih dingin. Sepanjang perjalanan, Reni sibuk mengabadikan momen dalam rekaman video, tapi saya dan kak Man, punya masalah sendiri, di jalan yang agak menanjak itu, motor kami yang tidak punya tenaga hanya berjalan dengan tenaga normal padahal sudah gas poll! Hadeeeh… Hahaha.

Selain menikmati kawah Tangkuban Perahu dan melihat-lihat aneka jualan serta berfoto-foto disana, kami tak melakukan banyak hal. Sehabis sholat Dhuhur, kami meninggalkan area utama Tangkuban Parahu.

Dusun Bambu

Beres dari Tangkuban perahu, kami belum juga memutuskan akan kemanakah kami. Sehingga saya iseng-iseng menyebut tiga dari kami belum pernah ke dusun bamboo. Maka cusslah, sang peta berjalan mengarahkan motornya menuju Dusun Bambu. Seang sekali hahahahaha.

Pelayanan disini unik sekali, begitu kita membayar tiket dan masuk. Kita akan berdiri untuk mengantri lagi. Untuk apa? Untuk masuk ke kendaraan semacam odong-odong yang akan mengatra kita ke tempat wisata utama. Ya, saking luasnya dusun bamboo ini.

Begitu juga dengan saat kita akan keluar. Kita akan melewati pemandangan bamboo ini, lalu kita harus mengatri di halte agar diangkut oleh angkutan semacam odong-odong untuk keluar dari area wisata Dusun Bambu.

Sebenarnya ada banyak halte tempat kita bisa menunggu odong-odong ini, tapi mungkin karena saat kami kesana, Dusun bamboo sedang dalam perbaikan. Beberapa halte yang berada dalam kawasan wana wisata yang sedang direnovasi, tidak disinggahi. Kami yang sudah 15 menit menunggu di halte dekat buka lope-lope ini pun pindah halte.


Floating Market

Beres dari Dusun Bambu kami lanjut ke Floating Market. Sebenarnya keluar dari Dusun Bambu, rencananya mau kembali ke kampus UPI dulu biar istirahat dan makan-makan disana. Eh begitu lewat cabang yang berbelok ke arah Floating Market, kami malah saling bersahut-sahutan untuk membelokkan motor ke sana. Emang dasar jalan-jalan tanpa tujuan ya gini.



Masuk di floating market bayar 25.000 perorang. Disana banyak sekali wana wisata yang bisa dinikmati. Kami berkeliling ke semuanya. Bunga, kasih makan para ikan, air terjun mini, wisata negara mini, dll. Kami juga berhenti untuk sholat Ashar disana.

Btw, bunga-bunganya cantik sekali yaa. Tapi kami kurang tertarik. Dengan apa yang disediakan di sini jadi kami memutuslan untuk lanjut haluan.

Tebing Keraton

Sehabis dari floating Market, diskusi orang-orang yang berjalan tak punya tujuan pun digelar lagi. Kemana lagi nih? Si peta berjalan akhirnya bilang, mau ke Tebing Keraton?  Saya dan Reni sebagai orang yang dibonceng sih hanya melirik-lirik senang. Ternyata dua senior ini juga mengiyakan. Lalu cuss.

Saat itu aspal menuju ke tebing keratin belum terlalu mulus sehingga ditambah dengan jalan yang menanjak motor saya dan kak Man yang memang sudah tak bertenaga meraung-raung seperti berteriak “Pliiis, jangan paksa akuu!”

Alhamdulillah sampai juga kami diatas.


Setelah parkir motor, kami membayar tiket masuk. 25.000 perorang saat itu. Tapi karena hari sudah mau menuju maghrib, kami tawar jadi 20.000 perorang soalnya kami tidak banyak berkeliling juga. Hanya behenti di spot dekat tempat bayar tiket lalu melihat-lihat keindahan Kota Bandung disana.

Btw, di sini dingiiiin bangeet ya allah. Pas mau Wudhu aja gak kuat banget nyentuh airnya.

Bukit Bintang Moko

Belum ada lelahnya, ditambah hari yang sudah gelap, tekad kami untuk berjalan-jalan masih kuat dan lapar pun belum terasa. Sehabis sholat Mahrib diskusi lagi. Mau kemana kita? Karena sudah malam, saya mengusulkan bagaimana kalau ke Puncak Bintang. Si senior peta berjalan kami hanya bilang, kalian silahkan mau bilang kemana, saya tau semua jalan, begitu kita bilang Bukit Bintang jauh gak?

Dia bilang, jauh sih, tapi saya tau jalan pintas. Lah dalaaah, dari jalan pintasnya ini akhirnya jadi pengalaman seru kami di malam hari. Bagaimana tidak ternyata kami berjalan di lereng-lereng gunung yang bukan merupakan jalan aspal, tapi bebatuan, melewati perkebunan orang-orang. Jadilah malam itu, kami yang cewek sibuk teriak-teriak setiap motor kami susah jalan/maju. Habisnya si peta berjalan yang katanya punya jalan pintas dari Tebing Keraton ke Bukit Bintang Moko itu ternyata membawa kami melewati jalan yang bahkan tak ada di Google Maps. Melewati perkebunan warga, serta jalan darurat di lereng gunung yang berbatu.

Hahaha. Saya sudah takut, "kak kita mau kemana sih ini? Gak salah jalan kan?" Tapi dia dengan santainya bilang, "Tenang saja, saya hafal jalan di Kota Bandung ini". Jadi berasa tenang emang, tapi ini jalan yang gelap dan seperti tak ada orang lewat itu kok belum juga berujung ya sejak tadi?

Setelah 20 menit lebih, keluar juga kami dari jalan pintas gelap nan licin itu. Sampai ke jalan yang sudah ramai oleh lalu-lalang motor. Kami langsung disuguhkan dengan indahnya pemandangan kota Bandung dari puncak. Ternyata Bukit Bintang sudah dihadapan kami.


Jalan menanjak membuat motor yang saya dan kak Man tumpangi kembali meraung-raung sampe saya ingin minta turun untuk jalan kaki saja toh sudah dekat. Tapi kak Man tidak mau.

Turun, parkir motor, kami masih berdiskusi lagi. Mau naik ke puncak atau hanya di bawah saja. Kalau bisa naik ke puncak, pemandangannya akan lebih bagus, tapi kami tidak tau tikernya. Jadi coba-coba saja untuk berjalan ke arah loket. Tapi karena pemandangan yang bagusnya, setiap beberapa langkah, kami berhenti, memandangi pemandangan di depan kami sambil takjub, lalu berjalan, berhenti lagi dan foto-foto. Padahal loket tiket hanya beberapa meter didepan kami. Baterai hp yang sekarat lah yang mengentikan keasyikan foto-foto kami.

“Pak, kalau mau naik berapa ya?”

“40.000 perorang” begitu harga itu disebut, tanpa aba-aba dan komando, Saya, Reni dan kak Man putar haluan meninggalkan Kak Naseer sang peta berjalan yang masih berdiri disana. Kami dengar si bapak menawarkan setengah harga, tapi kami bertiga sudah merasa cukup puaass hanya dengan pemandangan dibawah. Hahaha. Takutnya sampai diatas, kita malah tergiur ingin membangun tenda untuk berkemah lagi. Kan jadi out of the plan bangeet gitu kan. Iyap! Disana memang disediakan fasilitas berupa tenda untuk berkemah menikmati indahnya pemandangan dari Bukit Bintang Moko. Jadi cukup banyak tenda yang saat itu sedang berjejer.

Mengingat waktu sudah isya’, kami mencari musholla lalu memutuskan untuk mengisi perut yang entah kenapa belum berasa lapar juga. Mungkin karena hype senang dan bahagia yang begitu melonjak sehingga rasa lapar pun tidak singgah ke dalam otak kami.

Wisata Caringin Tilu

Kami pun melanjutkan perjalanan ke Wisata Caringin Tilu agar bisa sholat dan mengisi perut disana.

Wisata Cartil ini letaknya tidak jauh dari Bukit Bintang Moko. Hanya beberapa menit berkendara di jalan menurun, tulisan Wisata Cartil akan langsung kita jumpai di sepanjang jalan.

Pemandangan kerlap-kerlip kota Bandung dari ketinggian di sepanjang jalan juga indah sekali. Sampai kami bingung, harus berhenti dimana agar dapat spot pemandang yang tetap bagus sambil menikmati makanan kami.

Setelah lama menentukan, kami berhenti di sebuah angkringan dan menikmati kopi instan serta makanan yang ada. Harganya lumayan mahal sih.


Nah itu dia 5 tempat yang kami tempuh dalam 1 hari perjalanan. Senang, badan yang tidur dalam keadaan lelah juga menambah nikmat tidur, tapi besok pagi baru badan sakitnya terasa setelah bangun tidur. Hahaa