Seember air untuk Qiyamullail - Cerita Lucu Santri Hidayatullah Kupang


Cerita ini terjadi pada sekitar tahun 2001-2003.(Saya lupa kapan)
Saat itu baru ada santri putra yang masih menempati asrama lama di kampus I.
Seperti ponpes Hidayatullah pada umumnya, Qiyamullail juga menjadi suatu kebiasaan di ponpes Hidayatullah Kupang ini, dimana pada pukul 2.30 pengasuh (ustadz) mulai mendatangi seluruh kamar santri, mengetuk-ngetuk pintu berulang kali dan memanggil manggil nama santri sembari mengingatkan “Banguuun… Banguuun… Ayo sholaaat!” “Qiyamullail! Qiyamullail!”
Suatu malam pada sekitar pukul 12 di kamar nomor 5, dikarenakan waktu tidur yang lebih terlambat dari biasanya karena nongkrong, seorang santri merasa bahwa qiyamullail akan menjadi sangat berat untuknya. Maka timbullah sebuah niat iseng untuk mengerjai sang pengasuh.
Kebetulan para santri ini adalah sekumpulan santri dari Alor yang mana biasanya selalu dibangunkan oleh ustadz mereka yang berasal dari Alor juga bernama ustadz Amin. Sambil duduk diatas kasur tipis dan tikar yang digelar diatas dinginnya lantai Batakte, mereka bercerita banyak hal. Dan seseorang pun menyadari bahwa hari sudah larut. 
“Ai, ini besok kayaknya kita tidak bisa qiyamullail” celutuk Burhan
“Itu sudah. Begini tu besok ustadz Amin kasi bangun kita sampe asrama terangkat” sambung Wahid.
“Eh, sa ada ide ni. Bagaimana kalo kita kerjain ustadz tu?” Boma bersuara
“Ai lu sembarang sa! Nanti kita semua kena hukuman bagaimana?” Wahid menyela.
“Tenang saja, ini tidak apa-apa. Sa su ada alasan” Sahut Boma.
“Memang lu mau kerjain bagaimana?” Burhan penasaran.
“Sebentar ya” Boma keluar kamar.
Dua menit kemudian Boma kembali dengan seember air ukiran sedang di tanggannya. 







Pintu kamar mereka dibiarkan sedikit terbuka. Lalu naiklah ia diatas kursi dan ditempatkannya ember itu diatas pintu.



Pintu dibiarkan sedikit terbuka
Ember berisi air disimpan diatasnya.


“Nah, begini. Jadi nanti kalau ustadz Amin datang, pas ustadz buka pintu “blash!!” ember yang sambut dia.” Boma mempraktekkan perkiraan kejadian yang kemudian disambut tawa yang lainnya.


Air tumpah membasahi ustadz ketika membuka pintu

“OK. Aman!” Burhan mengangguk-angguk
“Kalian tidak takut ka?” Wahid gelisah.
“Besok kalo orang tanya kenapa taruh air disitu, bilang saja kalo kita siapkan air memang untuk wudlu biar orang tidak ambil” jawab Boma.
Mereka pun tidur.
Pukul 2.30 datang, ustadz Amin sudah mulai beraksi. Diketuknya pintu depan dan semua pintu kamar yang dilaluinya untuk membangunkan para santri. Tibalah ustadz Amin di kamar terakhir yaitu kamar nomor 5.
“Srek!” pintu terbuka.
Tapi…….
Kamar sepi. Tidak ada satupun santri didalamnya. Bahkan kasurpun tidak terlihat


Utadz Amin tidak menemukan siapapun di kamar no.5
Kasur sudah tidak terbentang di lantai. Bersih.

“Wah. Kemana ini mereka? Kabur keluar pondok? Atau sudah bangun? Ah… tumben sekali!” Dengan rasa penasaran, Ustadz Amin keluar asrama dan berjalan menuju masjid.
Sesampainya di masjid, Ustadz Amin menemukan seorang santri yang merupakan anggota kamar 5 sedang bersandar di dinding masjid.
“Ruslan?” Panggil ustadz Amin
“Ya ustadz” sahut sang santri.
“Sudah bangun dari tadi?”
“Iya ustadz”
“Kemana kawan-kawanmu?”
“Oh itu ustadz. Em, mungkin mereka lagi antri di kamar mandi.”
“Wah. Tumben sekali ya kalian”
“Hehe. Iya ustadz” Ruslan tersipu.
“Yasudah mari kita tunggu teman-teman yang lain.”
“Hehe sebenarnya begini ustadz.” Ruslan tersenyum malu.
“Kenapa?” Ustadz Amin mengernyitkan dahi
“Jadi tadi itu....” Ruslan membuka cerita.
------
Kembali ke jam 02.07 di kamar nomor 5.
Boma terbangun diantara tidur lelapnya. Dia kebelet dan harus segera ke kamar kecil.
Dengan mata yang setengah terpejam disingsingkannya sarung tidurnya.
“Srek!!!” pintu terbuka, dan “SPLASH!!!”
Boma basah kuyup didepan pintu kamar yang baru sedikit bergeser itu.


Boma basah kuyup!

Lalu, “BAM!”
Bunyi ember menghantam kepala menyusul.
Seisi kamar 5 terbangun.
Karna suara bedebum dari ember,
Juga karena mereka ikutan basah karna air di kamar berukuran
Bangunlah mereka, tertawa dan mengomel sendiri.
Lalu mulai bangun, mengangkat kasur keluar untuk dijemur, mengangkat air, mengepel kamar, mengantri di kamar mandi. Sebuah ‘kerajinan’ yang belum pernah terjadi.
---
Ustadz Amin sudah memerah mukanya mendengar penuturan Rusaln dari cerita perencanaan hingga kerja bakti dadakan di sepertiga malam itu. Ia sudah ketawa semenjak mendengar Boma harus ke toilet untuk buang air kecil.
‘Jadi begitu ustadz, makanya kamar sepi tadi.”
“Hahahaha. Pantas saja tadi saya kesana, kenapa bersih sekali kamar ini dan lantai agak basah”

(Diambil dari kejadian nyata dengan sedikit pengubahan dan nama karakter yang disamarkan)


Baca juga: Pernikahan Barokah Perdana Hidayatullah Kupang