Mengunjungi kuburan orang-orang terdahulu (gunung NTT)



Siang itu, kami sekeluarga jalan berombongan. Dibuka dengan berdo'a bersama, kami memulai perjalanan dari rumah bibi kami dengan penuh semangat.
"Ummu, yakin mau ikut?" Pertanyaan saudaraku itu kujawab dengan kernyit heran
"Iya. Memang kenapa?"
"Jauh sekali. Tadi sudah makan to?"
Aku tertawa "Alhamdulillah sudah"
Aku masih heran dengan pertanyaan saudaraku itu. Tapi kemudian, 30 menit berlalu dan ketika jalan yang kami tempuh mulai memperlihatkan jalur pendakian, saya akhirnya paham. Pemakaman yang akan kami tuju terletak di pegunungan yang cukup jauh dari kompleks tempat tinggal bibi kami. Padahal, dari rumah nenek di pesisir pantai menuju rumah bibi saja sudah melalui pendakian yang lumayan tinggi. 
Keponakan dan sepupukuyang tadi bersemangat sudah mulai menampakkan lelah di wajahnya. Keringat bercucuran. Bayangkan saja. Panas begitu terik dan mereka yang tidak terbiasa jalan kaki jauh harus turun-naik mendaki gunung.
Sambil terus berjalan, sepupuku yang sudah salah kostum karena pakai high-heels dan dress panjang melepas alas kakinya dan mengomel.
"Adoo.. be pamalas begini e. Tau begini be son usah iko sa" Celutuknya.
"Sabar... Biar jadi pengalaman. Kapan lagi bisa mendaki gunung to?"
"Orang kota satu ni carewet mati e.."
Omelannya diikuti oleh gurauan dari paman, bibi dan saudara-saudaraku.
"Paman, kenapa kuburannya sampai di gunung begini?"
"Iya to nak. Kan orang dulu itu tinggalnya di gunung sana. Ini masih setengah perjalanan ini"
Jawaban pamanku diikuti oleh seruan kaget dan dengusan sepupuku yang saltum tadi
"Adii.. masi jao lai..." Ia merutuk
"Dulu waktu kecil, paman, ummi, bibi, sering pulang sekolah main dari pantai ke sini. Tidak ada rasa capek karna sudah terbiasa" Kenang pamanku
"Maksudnya Ummu, kenapa bisa sejauh ini pmn? Sedangkan rumah nenek saja di pantai sana. Dan bibi juga lokasinya di gunung tapi tidak sejauh ini."
"Iya. Memang dahulu banyak yang tinggal di pengunungan. Sampai akhirnya gempa besar yang mengguncang tanah Flores datang, barulah warga itu pindah dan mencari tempat yang sekiranya aman."
"Ooo.. gempa tahun 1992 itu ya paman."
"Iya. Panjang sekali ceritanya. Eh ini jalannya betul atau tidak?" Pamanku yang sudah lupa kapan terakhir kali berziarah ke kuburan itu pun bertanya pada bibiku.
"Betul kaka. Bisa juga lewat jalan itu. Maju lanjut saja"

Kami menyempatkan istirahat sebentar karena batu yang kami panjat di depan kami terlihat membutuhkan tenaga lebih. Setelah istrahat sejenak dan melepas dahaga, kami melanjutkan pendakian. Betapa terpukaunya kami dengan pemandangan di depan kami. MaasyaaAllaah. Indahnya lukisanMu ya Allah...


"Sudah, jangan terlalu lama. Kita masih harus berdoa dan membersihkan kuburan."
Sekitar 5 menit kemudian, pamanku sebagai pemandu kami mulai menginstruksikan kami untuk melepas alas kaki kami. Tanda bahwa kami sudah mulai memasuki kawasan pemakaman.

'Alhamdulillah..." Aku berseru lega.
Setelah selesai mengucapkan salam. Kami berdoa bersama melingkari kuburan kakek dan moyang kami. Tak lupa juga kami membersihkan dedaunan dan merapikan bebatuan penanda kuburan.
Ya kuburan-kuburan di kawasan itu hanya ditandai dengan batu-batu yang di susun rapi. Ternyata banyak juga makam-makam lain.
"Ayo, kita lanjutkan perjalanan ke makam istri kakek"
"Jauh kah paman?"
"Jalan saja dulu" jawabnya.
"Iya anak. Ini kuburannya menuju jalan pulang. Lebih dekat ke rumah mama" 

Sepupuku berusaha menenangkan.
Dan saat itu kami tau bahwa perjalanan jauh membentang di depan kami.
"Kita ikut jalan potong lain saja biar lebih dekat sekalian lihat pemandangan"
Sekiat 25 menit berjalan, dibawah terik matahari, kami kembali berdecak kagum dengan suguhan pemandangan di depan kami. MaasyaaAllaah...
Meski panas dan kami harus menyipitkan mata, tapi kami sempatkan untuk mengabadikan momen itu. 

Alhamdulillah ini pertama kalinya saya mengunjungi makam kerabat sekaligus kedatangan pertamaku di pulau Solor ini. 
Letaknya di kampung lama Lewogeka.